TENTANG AKU

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Pernah menjadi guru berprestasi tingkat nasional tahun 2003, sekarang masih mengajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMPN 1 Tengah Tani Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Untuk menambah tantangan dan membuka wawasan, saya juga menjadi guru di Unswagati Cirebon, Akbid Muhammadiyah Cirebon, serta Aktif mengurusi MGMP Bahasa Indonesia SMP Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat.

Sabtu, 07 Mei 2011

Guru Profesional

MALAPRAKTIK DUNIA PENDIDIKAN
Oleh Rudianto*

Ketika anak kita sakit atau kita sendiri yang sakit, kemudian minta diantar oleh tetangga ke dokter hewan, apa tanggapan tetangga kita itu? Mereka akan mengatakan kita salah. Mereka juga bilang ngaco. Atau mereka bahkan memaksa kita untuk pergi ke dokter “manusia”. Alasan mereka pasti sama; takut terjadi malapraktik. Kalau sudah malapraktik, bisa berujung kematian. Simpulannya, berbahaya!
Malapraktik (sering diucapkan mal praktik oleh orang awam) lebih terkenal didunia kesehatan, khususnya dokter. Malapraktik/malapraktek adalah praktek kedokteran yang dilakukan salah atau tidak tepat, menyalahi undang-undang atau kode etik (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995: 621). Malapraktik di dunia kesehatan biasanya dilakukan oleh orang yang professional dan ahli. Seorang dokter yang notabene sudah ahli pada bidang medis ternyata ada juga yang melakukan kesalahan ketika mereka melakukan tugas profesinya.
Ketika seorang dokter melakukan malapraktik maka akan ada korban. Korbannya bisa cacat, bahkan bisa berujung kematian seorang pasien. Namun sadarkah kita bahwa malapraktik juga terjadi di sekolah? Bagaimana dengan guru? Dapat dibayangkan, manakala guru melakukan malapraktik, sementara dia mengajar sekelas siswa (40 orang). Berarti guru itu sudah melakukan malapraktik terhadap 40 orang siswa. Kalau malapraktik itu berujung kematian, berarti guru itu sudah membunuh 40 orang siswa. Bagaimana kalau seorang guru mengajar lima kelas dan dilakuka setiap tahun?
Di dalam kelas guru adalah segala-galanya. Yang menentukan irama dan kenyamanan kelas ketika KBM adalah guru. Sebab mulai dari perencanaan sampai dengan mengevaluasi KBM adalah guru. Seorang guru harus memiliki kemampuan mengkomunikasikan dan melakukan KBM dengan efektif. Untuk itu dibutuhkan kemampuan guru dalam menguasai materi, media, teknik, penilaian, dan pendekatan dalam pembelajaran serta cara-cara melakukan pembelajaran itu sendiri.
Keefektifan dalam mengajar tergantung pada beberapa faktor. Penguansaan materi, penggunaan media dan teknik yang sesuai, kepekaan terhadap prinsip-prinsip pembelajaran, dan keterampilan dalam manajemen kelas. Lebih penting dari faktor-faktor tersebut adalah keterampilan yang anda (guru) miliki –keterampilan hidup anda.(Gazda, Asbury, Balzer, Childers, Phelps, dan Walter, 1999, h.1 in Hellmut R. Lang and David N. Evans, 2006: 41)
Guru sebagai perencana pembelajaran memiliki peran penting dalam merencanakan materi dan bahan ajar demi pencapaian tujuan pembelajaran. “Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam kurikulum atau silabus, materi bahan ajar hanya dituliskan secara garis besar dalam bentuk “materi pokok”. Menjadi tugas guru untuk menjabarkan materi pokok tersebut sehingga menjadi bahan ajar yang lengkap.” (Departemen Pendidikan Nasional, 2008)
Hal itu selaras dengan tuntutan kompetensi yang harus dimiliki guru (kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesi), pengembangan bahan ajar (materi pembelajaran) dan media merupakan salah satu kewajiban yang diemban guru untuk mengembangkan kompetensi yang dimiliki, pada gilirannya dapat meningkatkan eksistensinya sebagai guru yang profesional. (Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

Pertanyaannya sekarang, sudahkah guru-guru memiliki kemampuan mempersiapkan pembelajaran dengan baik? Tampaknya kalau pertanyaan ini diberikan kepada guru, sebagian jawaban adalah ; belum. Mengapa demikian?
Jawabannya cukup mudah. Kenyataan di lapangan banyak guru yang melaksanakan tugas profesinya tidak sesuai dengan bidang keahliannya. Padahal berdasarkan Peraturan Mendiknas RI Nomor 16 tahun 2007 Tanggal 4 Mei Tahun 2007 Tentang: Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, guru harus memiliki ketentuan standar. Sebagai contoh Kualifikasi Akademik Guru SMP/MTs adalah sebagai berikut.
Guru pada SMP/MTs, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. (Peraturan Mendiknas RI Nomor 16 Tahun 2007 Tanggal 4 Mei Tahun 2007 Tentang: Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru)

Pernyataan di atas dijabarkan dalam kompetensi professional guru sebagai berikut.
• Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu
• Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu
• Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif
Saat ini tuntutan profesionalitas guru semakin ditingkatkan, sesuai ruh Undang-undang Guru dan Dosen. Dalam undang-undang itu pada pasal 7 dan pasal 20 dijelaskan sebagai berikut. Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilaian mengevaluasi hasil pembelajaran.
Permasalahannya sekarang bagaimana kalau guru yang memiliki tugas yang mulia itu dikerjakan oleh orang yang bukan ahlinya? Atau kalau diibaratkan, bagaimana kalau yang melakukan oprasi kepada pasien adalah seorang tukan potong sapi? Analogi tersebut memang terlalu ekstrim. Tetapi kondisi ini memang cukup penting. Bukankah pendidikan diharapkan mencetak SDM yang berkualitas demi kelangsungan masa depan.
Kenyataan di lapangan karena tuntutan mengajar 24 jam per minggu, banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang profesionalismenya. Salah satu contoh di sebuah SMP Negeri di Kabupaten Cirebon didapatkan data jumlah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia sebanyak tujuh orang, padahal yang dibutuhkan maksimal empat orang. Guru matapelajaran Matematika sebanyak lima orang dengan kebutuhan maksimal empat. Guru mata pelajaran IPS sebanyak lima orang dengan kebutuhan maksimal empat orang.
Dengan data tersebut berarti ada kelebihan guru lima orang. Sementara itu ada mata pelajaran yang kurang tenaga pengajar yang professional. Karena KBM harus tetap berjalan, akhirnya guru pengajar pada mata pelajaran tertentu diampu oleh guru yang tidak memiliki kemampuan akademik dan professional yang sesuai. Akibatnya bisa dibayanhkan. Doter yang sudah ahli saja bisa terjadi malapraktik, apalagi guru yang mengajar tidak sesuai.
Kalau hal di atas terjadi di sebagian besar sekolah, dapat dibayangkan apa yang akan terjadi dengan generasi mendatang. Kedepan akan terlahir manusia-manusia yang cacat bahkan manusia-manusia yang sudah terbunuh. Cacat sikapnya, kecerdasannya, karakternya. Terbunuh hatinya, terbunuh jiwanya, terbunuh karakternya.
Dari kondisi ini akan terlahir manusia yang bekerja hanya menggunakan otot. Namun mereka tidak memiliki jiwa, tidak memiliki hati, bahkan tidak memiliki kecerdaan, sebab di sekolah diobati afektif, kognitif, dan psikomotor. Kondisi ini tentu tidak akan kelihatan dan tidak jelas malapraktiknya. Sehingga tidak ada perkara hukum yang disebabkan malapraktik seorang guru di seklah. Tetapi dalam kurun waktu yang lama akan berakibat terhadap tatanan kehidupan.
Sungguh sebuah bencana sedang kita persiapkan justru dari sebuah lembaga yang akan membuat pondasi untuk bangunan yang maha besar. Sekolah telah menjadi sumber bencna itu. Hal ini terjadi karena penyebaran guru tidak merata serta masalah rekrutmen tenaga guru yang juga sepertinya kurang memperhatikan kebutuhan.
Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Unswagati mengajar di SMPN 1 Tengah Tani Kab. Cirebon dan Tim Pengembang Kurikulum SMP Kab. Cirebon


Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Pengembangan Bahan Ajar dan Media. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Lang, Hellmut R. and David N Evans. 2006. Models, Strategies, and Methods for Effective Teaching. Pearson: USA.
Peraturan Mendiknas RI Nomor 16 Tahun 2007 Tanggal 4 Mei Tahun 2007 Tentang: Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen

Tidak ada komentar: